Kanji
Kanji secara harfiah berarti
"aksara dari Han", adalah
aksara Tionghoa yang digunakan dalam bahasa Jepang. Kanji adalah salah satu dari
empat set aksara yang digunakan dalam tulisan modern Jepang selain kana (katakana, hiragana) dan romaji.
Kanji
dulunya juga disebut mana (真名?)
atau shinji (真字?)
untuk membedakannya dari kana. Aksara kanji dipakai untuk melambangkan konsep
atau ide (kata benda, akar kata kerja, akar kata sifat, dan kata keterangan). Sementara itu, hiragana
(zaman dulu katakana) umumnya dipakai sebagai okurigana untuk menuliskan infleksi
kata kerja dan kata-kata yang akar katanya ditulis dengan kanji, atau kata-kata
asli bahasa Jepang. Selain itu, hiragana dipakai menulis kata-kata yang sulit
ditulis dan diingat bila ditulis dalam aksara kanji. Kecuali kata pungut, aksara kanji dipakai untuk
menulis hampir semua kosakata yang berasal
dari bahasa Tionghoa
maupun bahasa Jepang.
Sejarah
Secara resmi, aksara Tionghoa pertama kali
dikenal di Jepang lewat barang-barang yang diimpor dari Tionghoa melalui Semenanjung Korea mulai abad ke-5 Masehi. Sejak itu pula, aksara
Tionghoa banyak dipakai untuk menulis di Jepang, termasuk untuk prasasti dari
batu dan barang-barang lain.
Sebelumnya di awal abad ke-3 Masehi, dua orang bernama Achiki
dan Wani datang dari Baekje di masa
pemerintahan Kaisar
Ōjin. Keduanya konon menjadi pengajar aksara Tionghoa bagi putra
kaisar.[1]
Wani membawa buku Analek karya Kong Hu Chu
dan buku pelajaran menulis aksara Tionghoa untuk anak-anak dengan judul Seribu Karakter Klasik.[2]
Walaupun demikian, orang Jepang mungkin sudah mengenal aksara Tionghoa sejak abad ke-1 Masehi. Di Kyushu ditemukan stempel
emas
asal tahun 57 Masehi yang diterima sebagai hadiah dari
Tiongkok untuk raja negeri Wa (Jepang).[1]
Dokumen tertua yang ditulis di Jepang menurut
perkiraan ditulis keturunan imigran dari Tiongkok.
Istana mempekerjakan keturunan imigran dari Tiongkok bekerja di istana sebagai juru
tulis. Mereka menuliskan bahasa Jepang kuno yang disebut yamato
kotoba dalam aksara Tionghoa. Selain itu, mereka juga menuliskan berbagai
peristiwa dan kejadian penting.[2]
Sebelum aksara kanji dikenal orang Jepang, bahasa
Jepang berkembang tanpa bentuk tertulis. Pada awalnya, dokumen bahasa Jepang
ditulis dalam bahasa Tionghoa, dan dilafalkan menurut cara membaca bahasa
Tionghoa. Sistem kanbun (漢文?)
merupakan cara penulisan bahasa Jepang menurut bahasa Tionghoa yang dilengkapi tanda
diakritik. Sewaktu dibaca, tanda diakritik membantu penutur bahasa
Jepang mengubah susunan kata-kata, menambah partikel, dan infleksi sesuai
aturan tata bahasa Jepang.
Selanjutnya berkembang sistem penulisan man'yōgana yang memakai aksara Tionghoa
untuk melambangkan bunyi bahasa Jepang. Sistem ini dipakai dalam antologi puisi
klasik Man'yōshū.
Sewaktu menulis man'yōgana, aksara Tionghoa ditulis dalam bentuk kursif agar
menghemat waktu. Hasilnya adalah hiragana yang
merupakan bentuk sederhana dari man'yōgana. Hiragana menjadi sistem penulisan
yang mudah dikuasai wanita. Kesusastraan zaman Heian diwarnai karya-karya besar
sastrawan wanita yang menulis dalam hiragana. Sementara itu, katakana diciptakan oleh biksu yang hanya
mengambil sebagian kecil coretan dari sebagian karakter kanji yang dipakai
dalam man'yōgana.
Cara pengucapan
Satu aksara kanji bisa memiliki cara membaca yang
berbeda-beda. Selain itu tidak jarang, satu bunyi bisa dilambangkan oleh aksara
kanji yang berbeda-beda. Aksara kanji memiliki dua cara pengucapan, ucapan
Tionghoa (on'yomi) dan ucapan Jepang (kun'yomi).
1. Ucapan Tionghoa (on'yomi)
On'yomi (音読み?)
atau ucapan Tionghoa adalah cara membaca aksara kanji mengikuti cara membaca orang Tionghoa sewaktu karakter tersebut
diperkenalkan di Jepang. Pengucapan karakter kanji menurut bunyi bahasa Tionghoa bergantung kepada zaman
ketika karakter tersebut diperkenalkan di Jepang. Akibatnya, sebagian besar
karakter kanji memiliki lebih dari satu on'yomi. Kanji juga dikenal
orang Jepang secara bertahap dan tidak langsung dilakukan pembakuan.
On'yomi dibagi menjadi 4 jenis:
- Go-on (呉音?, "ucapan Wu") adalah cara pengucapan dari daerah Wu di bagian selatan zaman Enam Dinasti Tiongkok. Walaupun tidak pernah ditemukan bukti-bukti, ucapan Wu diperkirakan dibawa masuk ke Jepang melalui Semenanjung Korea dari abad ke-5 hingga abad ke-6. Ucapan Wu diperkirakan berasal dari cara membaca literatur agama Buddha yang diwariskan secara turun temurun sebelum diketahui cara membaca Kan-on (ucapan Han). Semuanya cara pengucapan sebelum Kan-on digolongkan sebagai Go-on walaupun mungkin saja berbeda zaman dan asal-usulnya bukan dari daerah Wu.
- Kan-on (漢音?, "ucapan Han") adalah cara pengucapan seperti dipelajari dari zaman Nara hingga zaman Heian oleh utusan Jepang ke Dinasti Tang dan biksu yang belajar ke Tiongkok. Secara khusus, cara pengucapan yang ditiru adalah cara pengucapan orang Chang'an.
- Tō-on (唐音?, "ucapan Tang") adalah cara pengucapan karakter seperti dipelajari oleh biksu Zen antara zaman Kamakura dan zaman Muromachi yang belajar ke Dinasti Song, dan perdagangan dengan Tiongkok.
- Kan'yō-on (慣用音?, "ucapan populer") adalah cara pengucapan on'yomi yang salah (tidak ada dalam bahasa Tionghoa), tapi telah diterima sebagai kelaziman.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
*Ucapan yang tidak umum
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. Ucapan Jepang (kun'yomi)
Kun'yomi (訓読み?)
atau ucapan Jepang adalah cara pengucapan kata asli bahasa Jepang untuk
karakter kanji yang artinya sama atau paling mendekati. Kanji tidak diucapkan
menurut pengucapan orang Tionghoa, melainkan menurut pengucapan orang Jepang.
Bila karakter kanji dipakai untuk menuliskan kata asli bahasa Jepang, okurigana sering perlu ditulis mengikuti
karakter tersebut.
Seperti halnya, on'yomi sebuah karakter
kadang-kadang memiliki beberapa kun'yomi yang bisa dibedakan berdasarkan
konteks dan okurigana yang mengikutinya. Beberapa karakter yang berbeda-beda
sering juga memiliki kun'yomi yang sama, namun artinya berbeda-beda. Selain
itu, tidak semua karakter memiliki kun'yomi.
Kata "kun" dalam kun'yomi
berasal kata "kunko" (訓詁?)
(pinyin: xungu) yang berarti penafsiran kata demi kata dari bahasa kuno atau dialek dengan bahasa modern. Aksara Tionghoa adalah
aksara asing bagi orang Jepang, sehingga kunko berarti penerjemahan
aksara Tionghoa ke dalam bahasa Jepang. Arti kanji dalam bahasa Tionghoa
dicarikan padanannya dengan kosakata asli bahasa Jepang.
Sebagai aksara asing, aksara Tionghoa tidak dapat
diterjemahkan semuanya ke dalam bahasa Jepang. Akibatnya, sebuah karakter kanji
mulanya dipakai untuk melambangkan beberapa kun'yomi. Pada masa itu,
orang Jepang mulai sering membaca tulisan bahasa Tionghoa (kanbun) dengan cara membaca bahasa Jepang. Sebagai
usaha membakukan cara membaca kanji, satu karakter ditetapkan hanya memiliki
satu cara pengucapan Jepang (kun'yomi). Pembakuan ini merupakan dasar
bagi tulisan campuran Jepang dan Tiongkok (wa-kan
konkōbun) yang merupakan cikal bakal bahasa Jepang modern.
3. Kokkun
Kokkun (国訓?)
adalah karakter kanji yang mendapat arti baru yang sama sekali berbeda dari
arti semula karakter tersebut dalam bahasa Tionghoa, misalnya:
Karakter buatan Jepang
Kokuji (国字 aksara nasional?)
atau wasei kanji (和製漢字 kanji buatan Jepang?)
adalah karakter kanji yang asli dibuat di Jepang dan tidak berasal dari
Tiongkok. Kokuji sering hanya memiliki cara pembacaan kun'yomi dan tidak
memiliki on'yomi, misalnya:
Beberapa kokuji dipungut oleh bahasa
Tionghoa, misalnya: 腺
(xiàn).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1 comment:
べんきょう しましょう (mari belajar!!!)
Post a Comment