Dari Abu hurairah radiyallahu ‘anhu berkata,“Seseorang bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Engkau bersedekah ketika masih dalam keadaan sehat lagi loba, sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, baru berpesan :”Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhari) Ibnu Bathal menjelaskan, “Karena biasanya, rasa pelit itu muncul pada saat sehat, sehingga sedekah pada saat itu lebih jujur dan lebih besar pahalanya. Berbeda jika seseorang sudah putus asa dari kehidupan dan mulai dapat melihat bahwa hartanya sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.” (Fathul Bariy V/13)
Kedua, dari segi kadar. Semakin banyak yang disedekahkan semakin baik. Hanya saja kadar banyak dan sedikitnya sedekah, ukurannya tidak melulu jumlah nominal tapi lebih pada kemampuan masing-masing. Sehingga yang paling utama adalah yang terbanyak dari prosentase kemampuan finansial setiap orang. Bagi orang kaya, sedekah seratus ribu barangkali tak lebih dari membuang receh. Tapi bagi yang miskin, boleh jadi jumlah itu adalah penghasilan selama seminggu bekerja.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Sedekah- satu dirham bisa melampaui 100 ribu dirham.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana bisa?” Rasulullah menjawab, “Seseorang hanya memiliki dua dirham lalu menyedekahkan satu dirham, sedang orang yang lain memiliki harta melimpah lalu mengambil sejumput hartanya senilai 100 ribu dirham, lalu ia bersedekah dengannya. “(HR. an Nasa’i).
Sumber: Renungan Kisah Inspiratif
No comments:
Post a Comment