Pages

MIKROTEKNIK

Pembuatan Preparat Melintang dengan Metode Parafin
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Linuary, 2000).
            Irisan utuh suatu specimen sangat bermanfaat bagi studi pembelajaran. Dengan adanya preparat utuh maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu preparat. Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu dapat diamati kembali.  Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Anonim, 2009).
            Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi. Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan. Untuk memlihat adanya jaringan pada tumbuhan dengan menggunakan metode parafin maka dilakukanlah percobaan kali ini (Sumardi, 2002).
            Tipe irisan melintang atau longitudinal kurang tertampilkan dengan baik pada preparat karena pada saat pengeblokan, terkadang spesimen tidak berada di tempat yang diinginkan. Beberapa faktor yang menunjuang keberhasilan tipe irisan adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Khususnya pada saat penentuan larutan fiksatif yang akan digunakan, perembesan parafin dalam spesimen dan penggunaan zat warna yang sesuai dengan karakteristik tumbuhan specimen (Anonim, 2009).
            Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Widjajanto, 2001).
            Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Setjo, 2004).
            Pembuatan preparat awetan jaringan tumbuhan di laksanakan secara bertahap, sebagai berikut (Anonim, 2004):
1.      Bagian tumbuhan yang akan dijadikan preparat dimasukkan ke dalam larutan FAA.
2.      Lalu bahan diaspirasi untuk rnenghilangkan udara dan jaringan.
3.      Setelah diaspirasi bahan menuju perlakuan dengan parafin,
4.      Dilanjutkan dengan proses penanaman bahan dalam parafin cain dan dicetak dalam bentuk persegi panjang,
5.      Bahan dalam parafin yang mengeras selanjutnya dipotong menggunakan mikrotom.
6.      Potongan preparat kemudian diletakkan di atas kaca obyek yang sebelumnya telah diolesi dengan houpe-adhesive dan ditetesi formaldehide 4%.
7.      Preparat kemudian dipanaskan di atas slide warmer hingga kering, agar preparat melekat pada kaca obyek.
8.      Selanjutnya preparat memasuki pewarnaan.
9.      Preparat yang telah diwarnai ditetesi entelan. lalu ditutup dengan kaca penutup (cover glass).
10.  Selanjutnya preparat diberi label dan siap digunakan.
            Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup. Suatu larutan pemati atau fiksasi yang baik akan berlaku sedemikian rupa sehingga morfologi sel jaringan yang bersangkutantidak berbeda bentuknya dari keadaansewaktu masih hidup. Oleh karena larutan pemati biasanya dicampur dengan zat yang digunakan untuk pengawet, maka larutan tersebut umumnya dinamakan larutan pengawet atau larutan fiksasi (Haruna dan Asnady, 2010).
            Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikrokopis dari sesuatu jaringan yang normal sifatnya maupun yang mengidap sesuatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya bila dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan secara baik, telah dilakukan penyayatan yang cukup tipis, serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen jaringan yang diteliti lebih mudah untuk diamati. Dengan demikian, tidak saja penelitian secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, tetapi juga memberi kemudahan dalam membedakan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang diteliti. Adakalanya beberapa jenis jaringan memerlukan perlakuakan yang khusus untuk dapat menelitinya, seperti dalam hal jenis pewaranaan yang harus digunakan untuk sesuatu jenis jaringan tertentu (Sugiharto, 1989).
            Jaringan tumbuhan yang dapat dibuat preparat diantaranya yaitu (Anonim, 2009) :
Akar
            Histogen pada akar jelas pada ujung ujung akar, khususnya bila pembuatan preparat dengan pewarnaan untuk menampilkan dinding sel dan struktur inti. Jaringan primer jelas pada awal zona bulu akar. Bulu akar ini dapat dideteksi dengan menggunakan loupe. Pengawalan ioxinnl akar cabang dapat diperlihat-kan pada batas atas zona bulu akar. Pada tingkat ini jaringan primer biasanya terdeferensiasi dengan jelas tanpa berkayu secara berlebihan.
Batang
            Pada batang tumbuhan dikotil dan tumbuhan berkonus, ioxin jaringan batangnya berdiferensiasi sangat cepat dekat apeks, dan beberapa ruas pertama di bawah ujung terminalnya memperlihatkan jaringan-jaringan primer yang berkembang penuh dan pengawalan aktivitas sekunder. Pada batang tumbuhan herba, kayu sekunder kurang berkembang.
            Pada jenis tumbuhan yang berbeda, mempunyai struktur batang yang berbeda pula menentukan jenis larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunakan dalam pembuatan preparat. Misalnya tumbuhan polongan dapat menggunakan Craf III. Jika batang mempunyai ruas yang lebih lunak diberi perlakuan acctone-xylol atau alcohol-xylol. Pada batang yang lebih keras hasil irisan akan lebih baik jika menggunakan ioxin atau butyl alcohol. Batang bunga matahari dan Chrysantenum dapat difiksasi dengan menggunakan FFA tanpa menimbulkan plasmolisis, ataupun dengan penggunaan modifikasi Nawaschin seperti craft IV dan V juga memberikan hasil yang baik.
Daun
            Biasanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal ioxinn difiksasi dalam larutan FAA. Daun yang lunak dan tulang daun yang kecil saat proses dehidrasi digunakan acetone atau etil alcohol, sedangkan daun yang tebal atau seperti kulit dengan tulang daun yang kuat diproses dalam butyl alcohol atau ioxin. Ciri khas daun harus diperhitungkan dalam pembuatan preparat irisan, misalnya untuk daun yang lunak parenkimanya biasanya mudah retak. Trikoma glandular perlu perlakuan khusus. Untuk hasil fiksasi yang baik digunakan larutan craf I.  
Alat
            Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol sampel, nampan, gelas ukur, pipet tetes, pinset, oven, silet, penggaris, tabung reaksi, gegep, lampu spiritus, tabung pengenceran dan penghitung waktu.
Bahan
            Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah batang tanaman jagung, Zea mays, Asam asetat glacial, aquadest, Formalin, alkohol bertingkat ; 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, xylol, parafin, air, kertas blok.

Cara Kerja
1.      Menyediakan semua alat-alat yang akan digunakan di laboratorium dan membuat larutan-larutan yang diperlukan.
2.      Memotong jaringan batang Zea mays sepanjang 3 mm.
3.      Melakukan fiksasi ; memakai larutan Formalin-Aceto-Alkohol (FAA) yaitu alkohol 70 % 90 ml, asam asetat 5 ml, dan formalin 5 ml.
4.      Merendam jaringan bersama dengan larutan FAA selama 24 jam.
5.      Melakukan dehidrasi yaitu membuang larutan fiksasi dan menggantinya dengan menggunakan alkhol bertingkat yaitu 70%, 80%, 90%, 95%, 100% dengan interval waktu 30 menit.
6.      Melakukan dealkoholisasi yaitu membuang alkohol dan menggantinya dengan campuran alkohol-xylol 3 : 1, campuran alkohol-xylol 1 : 1, campuran alkohol-xylol 1 : 3, dan xylol, secara berturut-turut dengan interval waktu 30 menit.
7.      Kemudian mencairkan paraffin yang akan digunakan, setelah cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi jaringan dengan xylol dengan perbandingan paraffin : xylol yaitu 9 : 1, yang dibiarkan selama15 menit.
8.      Membuang campuran xylol-parafin dan menggantinya dengan parafin murni. Kemudian membiarkan diudara terbuka selama 15 menit.
9.      Mengganti parafin lama dengan parafin baru yang dicairkan kemudian memasukkannya ke dalam blok hingga tingginya setengah dari tinggi blok.
10.  Meletakkan jaringan tersebut tepat di atas paraffin lalu menuangkan kembali paraffin hingga blok hamper penuh.
11.  Membiarkannya hingga beku.



 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin.          www.asosiasipoliteknik.or.id. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2010.

Anonim, 2009. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin.          www.justbiology.blogspot.com . Diakses pada tanggal 13 Oktober 2010.

Haruna, F. dan Asnady S, M., 2010. Penuntun Praktikum Mikroteknik Tumbuhan.Universitas Hasanuddin, Makassar.
Lianury, Robby N, 2000, Histologi, Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Setjo, Susetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sugiharto, 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumardi, I. dan Pudjoarinto, A., 2002. Struktur Perkembangan Tumbuhan.            Universitas Hasanuddin, Makassar.

Widjajanto, 2001. Mikroteknik Tumbuhan. Universitas Negeri Malang, Malang.






No comments: